Suara UMKM di Masa PPKM
Suara UMKM  di Masa  PPKM

Suara UMKM di Masa PPKM

  • Ditulis oleh administrator
  • pada Selasa, 24 Agustus 2021

Oleh : Lies Tresnawati S, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia UMMI.

Lonjakan kenaikan kasus Covid-19 tidak bisa dipungkiri semakin menambah kekhawatiran masyarakat. Pemerintah memberlakukan berbagai upaya seperti PSBB, PPKM Mikro, hingga PPKM darurat. Pada gelombang kedua di masa pandemic, PPKM darurat berlaku dari tanggal 3 Juli sampai 20 Juli 2021 di wilayah Jawa dan Bali. Lalu seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia pemerintah telah memperpanjang kebijakan PPKM ini sebanyak 4 kali. Di tengah upaya penekanan kenaikan kasus Covid-19, masyarakat terombang-ambing dalam ketidakpastian akan berakhir sampai kapan pemberlakuan PPKM darurat yang dirasa menyulitkan berbagai sektor dalam kehidupan sehari-hari.

            Kesulitan yang tengah dialami masyarakat akibat pandemi seakan terus bertambah seiring dengan naiknya penambahan kasus covid-19. Aturan PPKM darurat ini terasa lebih menyekik kehidupan masyarakat, di mana kegiatan masyarakat hampir padam dimulai dari kegiatan perkantoran yang 100% work from home (WFH), kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online/daring, kegiatan pusat belanja ditutup kecuali untuk kebutuhan sekunder masyarakat, restoran hanya menerima delivery/take away dan tidak menerima makan di tempat, kegiatan sosial budaya, kegiatan transportasi, dan lainnya dilakukan dengan aturan pemerintah yang membuat pergerakan masyarakat mengalami adaptasi yang tidak mudah. Setelah sebelumnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan PPKM mikro namun tidak seketat pada PPKM darurat.

            Pandemi memberikan dampak yang begitu besar bagi tatanan hidup masyarakat. Masyarakat dihadapkan pada situasi yang semakin sulit salah satunya ialah dampak yang terasa bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Adanya pembatasan jam operasional di masyarakat terutama pada sektor ekonomi semakin mempersempit pergerakan para pelaku UMKM. Pembatasan jumlah pelanggan yang datang ke tempat usaha, pembatasan waktu atau jam usaha yakni hanya diperbolehkan melakukan operasional dari pukul 8.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB  di setiap harinya, sehingga tempat transaksi jual beli beroperasi tidak seperti biasanya, yang terdampak seperti mal, toko, sampai ke pedagang kecil sebagian besar tentu mengalami kerugian karena aturan yang ada membuat daya beli masyarakat menjadi lesu.

Mobilitas yang dibatasi juga pendapatan yang menurun berdampak besar pada para pelaku UMKM. Adanya pemberlakuan penyekatan ke luar kota di setiap daerah Jawa dan Bali memberikan pengaruh negatif pada perkembangan UMKM. Produksi, distribusi, dan pemasaran yang biasanya dapat memberikan keuntungan sehingga para pelaku UMKM bisa menutupi anggaran untuk kebutuhan bahan baku hingga penggajihan karyawan, secara drastis mengalami kemerosotan. Tentunya ini menjadi ancaman bagi perekonomian nasional, karena sebagaimana diketahui bahwa UMKM berkontribusi besar dan krusial bagi perekonomi nasional.

Para pelaku UMKM mengalami penurunan omset pendapatan yang cukup signifikan. Keadaan yang menjadi serba sulit pun tidak dapat dihindarkan, tidak jarang para pelaku UMKM yang tidak lagi mampu bertahan dengan terpaksa harus gulung tikar atau beralih profesi. Tidak ada pilihan bagi para pelaku UMKM selain bisa bertahan sebisa mungkin atau menyerah, karena tidak jarang untuk bertahan di tengah pandemi dengan peraturan pada PPKM darurat ini banyak yang dikorbankan para pelaku UMKM baik secara materil dan immaterial. Pemerintah harus cermat membaca situasi dan kondisi yang terjadi secara dekat dan mendetail, walaupun berbagai laporan survey dirilis dalam bentuk angka dengan redaksi judul kemunduran UMKM, namun yang nyata ialah yang terjadi bukan dalam bentuk persentase saja tapi juga nasib UMKM yang terancam dalam PPKM darurat di masa pandemi ini.

Adapun dana bantuan dari pemerintah, tidaklah cukup untuk keberlanjutan produktivitas usaha mikro. Adanya dukungan lainnya diperlukan agar para pelaku usaha UMKM dapat berkembang dan berkelanjutan. Rencana kebijakan pemulihan UMKM yang efektif diharapkan segera diupayakan agar bisa meminimalisir kerugian para pelaku UMKM dan menstabilitaskan kembali mobilitas para pelaku UMKM di masyarakat. Para pelaku UMKM tidak hanya membutuhkan bantuan modal kerja saja namun juga jaringan pemasaran serta fasilitas pengembangan yang tepat pada masa pandemi ini.  

Maka daripada itu diperlukannya kehadiran pemerintah secara penuh untuk mendorong UMKM tetap bisa bertahan di masa pandemi, adapun kebijakan di lapangan selama 4 kali perpanjangan PPKM darurat dirasa perlu ditinjau kembali pasalnya peraturan yang ada terutama untuk para pelaku UMKM sangatlah merugikan. Perlu diingat bahwa para pelaku UMKM  tidak hanya beroperasi untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi namun juga menghidupi para pekerjanya yang menggantungkan harapan demi menyambung hidup dari penghasilan yang mungkin juga tidak seberapa. Tidak selamanya bantuan sosial dari pemerintah bisa dijadikan pegangan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidup.  Pemerintah diharapkan tidak menggantung nasib UMKM dengan ketidakpastian waktu pemberlakuan PPKM darurat ini. Kebijakan pada sektor ekonomi perlu dipertimbangkan lebih matang jika perpanjangan terus dilakukan agar pelaku UMKM mempunyai ruang yang lebih leluasa untuk memberi nafas pada usaha yang digelutinya. Semoga PPKM darurat ini segera berakhir dan UMKM mampu tumbuh dan berkembang sehingga perekonomian nasional bisa bangkit kembali.